Kisah Sebuah Memory


Waktu itu sore hari..
       Hujan masih deras. Mengguyur deras sekali malah. Bahkan tempias butuiran hujan digiring masuk oleh angin melalui fentilasi kamar, Entah itu kamarAndalus,Mina,Kairo atau bahkan Shofa.
       Akan tetapi dia,Gadis berkerudung abu abu itu terdiam. Tak peduli bel asrama yang berbunyi  lebih keras dari biasanya, Memekakan telinga.Sesekali matanya melihat teman-temannya lewat berlalu lalang didepannya. Membereskan almari dan kasur yang akan dibawa pulang ke singgasana lamanya. Tanpa peraturan,tanpa ada larangan,tanpa ada hukuman. Kecuali ia yang memang sudah niat untuk melanjutkan disini. Tetap saja, gadis itu pasti akan kehilangan sosok para teman-teman seperjuangan itu. Kemudian ia sesekali matanya menerawang jauh atau ia akan membenamkanya lagi diantara lutut dan dadanya diantara beberapa waktu kedepannya . Dia menangis, Ia kesepian.
       Jika mencari kawan. Jika bukan Groove. Ia bukan siapa-siapa lagi. Groove adalah mimipi baginya, Mungin untuk sekarang. Atau entah itu bahkan bisa lebih dari selamannya. Sebatas khayalan saat mereka membaca ini, Tentang fiktif diatas memang bullshit. Akan tetapi itu bisa saja terjadi lebih dari itu. Bahkan lebih parah.
       Ah... kawan aku ingin sekali menikmati semua ini lebih dari biasanya. Lebih indah lebih protectif. Dengan kalian, Iya kalian... Kalian yang suatu saat akan menjadi salah satu dongeng bagi kenalan baruku nanti. Kalian yang suatu saat akan menjadi hal yang paling aku rindukan sepanjang masa... Kalian yang selalu membuat hidupku ini lebih kontras. The Groove. Power Of Solidarity.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dari Instruktur, "Berikan aku sajak"

Karena Tuhan, Tak Kenal Aku