Akhir itu Kamu.


   Pagi itu sembari menuliskan namamu dalam buku agendaku, Aku memikirkan suatu hal. Dimana.. mungkin hanya hatiku yang tau. Berusaha fokus dengan apa yang kutulis, Lagi lagi aku tidak bisa mengalihkan perhatianku dari pikiranku.
   16, Desember 2017
   Satu.
   Aku, saat itu masih di asrama, memendam rindu yang entah sampai kapan bertemu dengan muaranya. Jujur, Aku benar benar ingin cepat lulus, Cepat keluar, Ingin cepat cepat beristirahat dengan lelahnya peraturan yang tak pernah bosan memperingatiku itu. Sumpek. Begitu bahasa kasarnya. 
   Kamu, beberapa bulan yang lalu. Telah menyembuhkan sedikit rasa gelisahku, Rasa bosanku pada suasana di asrama. Kamu menyembuhkan segalanya. Aku pikir, kala itu, mungkin ini hanya akan bertahan sebentar. Perasaan kamu, chat kamu, pesan pesan kamu di instagram. Bayangku, tidak sampai satu bulan kamu toh bakal pergi meninggalkan aku. Sama seperti manusia manusia itu. Bayangku lagi, Aku tidak akan pernah bersamamu hingga waktu yang lama.
   Ternyata....
   Dugaanku salah. Salah besar, Kamu datang membawa segala hal yang aku butuhkan. Rasa nyaman, Rasa aman, Rasa itu... Kembali lagi, membungkam seluruh bayangku. Menolak pikiranku yang dulu. Kamu hadir membawa segala yang berbeda. Yang tidak pernah dibawa oleh orang lain kepadaku sebelumnya. Awalnya, aku kira kamu dengan yang lain, sama. Sama sama sosok biasa, bukan asing menurutku. Nyatanya, Lain. Kamu melihat apa yang tidak dapat dilihat oleh orang lain tentang aku. Terimakasih untuk cerita yang satu ini. Aku benar benar bersyukur.
   Dua.
   Menjelajahimu cukup terhibur, ada kusam yang mewarnai. Suasana yang tidak akan pernah terulang. Jenak kita memperkaya. Labirin hati dicipta, Bersama.
  Awal pertemuan itu, Aku berbusana muslimah lengkap dengan ransel yg selalu kupakai kemana pun aku bermain, lengkap pula dengan masker yang sama sekali tidak kulepas. Sepertinya itu bukan awal, entah kali keberapa aku bertemu, sepertinya ketiga. Kamu banyak berubah. Dulu, awal, aku bertemu di samping rumah seorang warga berseberangan dengan lapangan futsall. Kala itu, kamu tengah memakai seragam futsallmu, sedangkan aku? Tetap duduk diatas motorku. 
  Iya kamu banyak berubah. Kamu tinggi, Kamu yang sesuai denganku. Kamu, ah.... Tidak bisa berkata kata. Aku sama sekali tidak menyangka jika kita sudah sampai sini. Sampai titik ini. Jauh. Jauh dari awal kita bertemu. 
  Dari awal dilema aku harus masuk sekolah dimana setelah kutau bahwa Pondok tempat aku melanjutkan sekolahku ternyata masih harus distabilkan kembali jumlah muridnya. Kamu membantuku meyakinkan bahwa aku baik baik saja dilingkungan yang penuh ambigu ini. 
  Setelah lama keluar dari asrama. Penantianku bertemu kamu, ternyata memang benar itu yang kuinginkan. Sekilas, aku menjadi lupa masalah masalah yang baru saja bersamaan menimpaku. Lelah. Berkepanjangan. Sudah sembuh. 
  Tiga. 
  Aku tidak percaya. Perasaan itu, berkali kali aku mencoba menolak, Berkali kali aku berfikir, bahwa ini hanya akan bertahan sebentar. Ternyata dugaanku salah. Semakin aku ingin berhenti. Tiba tiba Tuhan memperjelas kembali, bahwa rasa itu benar adanya. 
  Semakin hari kehari, mungkin karena lamanya waktu kita berpisah kemarin membuat obrolan kita semakin hari semakin memyenangkan. Dari situ, aku tidak berfikir panjang lagi. Keberadaan kamu seperti embun di musim semi, mereka aroma yang biasa, tapi kamu tidak. Semakin terlarut rasa ini semakin bungkam.
  Aku memang sudah lama. Jatuh, kepadamu. Hanya saja untuk menyadarinya, butuh waktu yang tidak sebentar.
  Semakin hari ke hari, minggu ke minggu, bulan ke bulan. Ada saja hal hal menarik yang kamu ceritakan kepadaku. Atau bahkan beberapa pertemuan sementara yang memunculkan garis lengkung ke atas pada bibirku. Itu berlangsung selama beberapa bulan. 
  Akhirnya, lama setelah itu... Banyak janji yang kita buat. Janji dimana disaat yang satu rapuh, Yang lain menguatkan. Janji untuk tidak saling meninggalkan. Janji bahwa Janji kita ditepati bukan untuk dilanggar. 
  Aku banyak ingat tentang kita. Tentang aku, Tentang kamu. Beberapa waktu yang lalu kita sempat menduduki kursi taman awal kita bertemu. Ingatkan, dimana aku menemanimu futsall? Ke wonosobo? Ingat juga tidak? Kamu menjemputku sepulang pengajian kelas, itu awal kali aku pulang sekolah denganmu. Basket? Kemudian muncak? Ah waktu itu... Kebahagiaan yang nggak pernah aku bisa ukur lagi dengan apapun. Aku tidak pernah sesenang itu. Lebaran denganmu. Muncak kembali. Ah benar benar. Aku ingin bersamamu dalam satu waktu. Aku tau. Aku masih harus menunggu.
  Empat
  Tiga tahun ini. Beberapa rintangan sudah kita lewati bersama, Pahit manis kisah kita. Ego kita. Banyak rasa ketidak nyamanan. Banyak tertutupi. Satu sama lain. Namun, rasa ingin untuk saling memilik lebih besar daripada prasangka itu. Itu mengapa, kita tidak pernah lepas. 
 Semakin jauh.Rasanya aku semakin tidak bisa melepasmu. Bahkan menerimamu dalam keadaan kamu dekat dengan wanita lain saja. Rasa menahan perih itu amatlah berkepanjangan. Mungkin, ini bagian dari beradaptasi dengan dunia ambigu ini. Aku tidak bisa menerimamu lebih dekat dengan teman wanitamu, Aku tidak bisa menerimamu berfoto ria bersama teman wanitamu, aku tidak bisa melihat dengan mata kepalaku sendiri kamu chat asyik dengan wanita selain aku. Ya, itulah aku. Wanita dengan segala kelemahan. Sakit. 
  Kadang aku sudah mencoba ikhlas, berat... Iya sangat berat. Aku akan belajar lagi. Aku akan belajar menerima segala hal tentangmu. Ajarkan aku, bagaimana cara aku agar pantas bersisian denganmu. Menemanimu, sepanjang waktu.
  Saat kamu sudah mulai bosan, Kamu boleh saja pergi. Meski kadang hatiku berat merelakanmu. Namun, satu yang aku ingin.... 
  Bolehkah kita bermain drama? Akting, kamu menjadi kamu yang dulu. Aku menjadi aku yang dulu. Kita reka ulang kejadian manis yang dulu, dari awal kita bertemu. Selanjutnya. Kejadian saat kita jatuh cinta, saat sulit mengendalikan degup jantung didada, kejadian ingin bersama, kejadian kejadian tidak ingin melepaskan. Em.... Lalu kita reka ulang kejadian kejadian bentuk perhatian yang sering kita berikan disaat mata rela menahan kantuk dini hari. Karena kita sedang berjarak, maka kita lakukan saja melalui telfon,vn,chatting, atau video call. Kita lakukan semua itu berulang ulang, berkali kali, dan setiap hari. Sampai kita lupa, bahwa kita sedang berpura pura lagi... Sampai akhirnya, kita ingat. Betapa berharganya usaha kita, untuk sampai dititik ini. -Junior-

SMP Muma,Selasa, 24 August 2019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dari Instruktur, "Berikan aku sajak"

Karena Tuhan, Tak Kenal Aku