Jantung Hati Mbok Lim





          “Aku jenuh kanda jika aku harus terus menunggu.. Apa artinya semua ini coba?”
          “Sabarlah Yunda sedikit lagi aku akan mencarikan lebih banyak lagi uang untukmu...”
          “Bukan uang yang kumau kanda. Tapi lihatlah kita lama tak singgah ke pulau Bunda. Sekedar mencari kabar Bunda saja susah. Dinda hanya mau Bunda.”
          “Iyo kesana itu butuh uang to Non...” Kata mbok Lim menimpali.
          “Mbokkk!!! Izel lagi latihan drama mbokk!! Ih mbok Lim jangan ganggu Izel dong... Plisss” Izel memohon. Memang dari lima jam yang lalu Izel sedang latihan drama yang didampingi oleh Mbok Lim, Pembantunya. Mbok Lim sendiri karena orang ndeso tidak paham apa yang dimaksud dan dikatakan oleh Izel. Joes dari tadi hanya menghela nafas ketika melihat Izel mencoba menjelaskan kepada Mbok Lim yang tak faham-faham itu.
          “Mbok Lim tuh ya capek to non masak dari tadi cuma disuruh lihat non Izel saja? Begini saja Simbok tak nyuruh Den Deo saja ya... Sementara Mbok Lim mau buat Teh panas dulu buat kandanya Bunda Non Izel, Sembari menyiapkan obat buat Non Izel. Hayoo... Dari tadi pagi belum minum obat kan Non??” Mbok Lim berlalu begitu saja. Izel sebenarnya mau menahan Mbok Lim,Tau apa Deo yang masih berumur empat tahun itu tentang ekspresi drama. Boro-boro nahan Mbok Lim, Joes sudah duluan melontarkan banyak pertanyaan yang Izel sendiri tak mampu menjawabnya.
          “Kamu sakit? Sakit apa?”
          “Eh...? Cuma masuk angin biasa...”
          “Oh... Tapi kamu nggak papa kan..? ,Masih mau lanjutin latitahnnya??” Ujar Joes khawatir.
          “Alah... Cuma masuk angin biasa masak nggak diterusin.. Yuk latihan lagi...” Izel menyepelekan.
                                                          ***
          Itu adalah dialog Izel dengan Mbok Lim seminggu yang lalu, Sebelum Izel melamun seperti ini. Izel merasa sangat kehilangan. Mbok Lim bukan hanya seorang rewang buat Izel, Tapi mbok Lim juga seorang teman, Seorang Ibu buat Izel jika Bunda selalu sibuk. Mbok Lim tak sekedar itu. Mbok Lim adalah pathner curhatnya. Mbok Lim meninggal karena sakit jantung koroner. Izel paham sekarang mengapa Mbok Lim selalu mewanti-wanti Izel agar Izel tetap rutin minum obatnya. Waktu perkemahan dua minggu yang lalu, Izel sakitnya kambuh. Nyeri di dada semakin menjadi-jadi. Akhirnya satu-per satu penyakitnya muncul begitu saja. Ditambah Asmanya. Saat itu bukannya Romo atau Bunda yang datang, Tapi Mbok Lim, Bahkan Mbok Lim sendiri yang menggendong Izel sampai rumah sakit lantaran tak ada kendaraan dini malam itu. Apalagi mobil Izel mogok di lokasi perkemahan.
          “Non, Non Izel itu jangan malas. Lihat Romo sama Bunda saja sukses begitu kok, “kata Mbok Lim sembari mengepang rambut Izel.
          “Tapi Izel nggak mau Mbok, Jadi orang sukses itu capek... Sibuk.. Kasian kan nanti kalo Izel punya anak, Masak Izel lupa mereka? “
          “Yang nyuruh Izel sukses seperti Romo dan Bundamu itu ya siapa??”
          “Lho Mbok??”
          “Simbok itu mau ngomong kalo Romo sama Bunda kamu sukses begitu sampai kewalahan. Lalu, Besok kalo Non Izel udah besar,suksesnya harus lebih dari Romo sama Bunda. Biar punya penanggung jawab gitu lho Non. Jadi Non Izel nggak harus lupa sama anak Non sendiri. Non Izel juga jangan lupa Sedekah ya..” Ujar Mbok Lim pada titik akhir mengepang rambut Izel.
          Izel tersenyum menatap cermin. Ia cantik. Secantik saat bundannya masih muda dulu. Mbok Lim yang menggantikan posisi Bunda itu seringkali membuat Izel kesal karena Mbok Lim tak pernah faham dengan kata-kata Izel yang terlalu tinggi itu. Namun Izel selalu saja tertawa saat Mbok Lim kena jahil Izel. Izel juga tertawa saat Mbok Lim ditengah kebingungan mencari boneka Deo yang saat itu disembunyikan oleh Izel.
          “Non, Mbok Lim pengen sate Non...”
          “Izel juga Mbok Lim..”
          “Memangnya Non Izel tau sate??”
          “Nggak sih... Tapi pasti rasanya enak. Biasanya makanan yang Mbok Lim beli di pasar itu juga enak. Seperti Apem dan Nagasari”
          “Begitu ya Non?? Mbok Lim belikan ya Non, Tapi, Mbok Lim minta satu sunduk mawon”
          “Hhahaha... Mbok Lim... Mbok Lim... Nih Izel kasih 2 Yora. 1 yora buat Izel, 1 yora buat Mbok Lim..”
          “20 Ribu Rupiah Non... Bukan Yora, Ini bukan Vertigan”
          “Hehe iya Mbok.. maksudnya itu. Ngomong-ngomong Mbok, Vertichan bukan Vertigan...”
          “Maksud simbok juga itu. Makasih ya Non...”
          “Hahaha Iya Mbok...”
Dan itu percakapan dua hari sebelum Mbok Lim meninggalkan Izel dan semuannya. Pernah saat pertama kali Izel pindah ke negara ini, Saat Mbok Lim pertama kali kerja di rumah Izel, Izel malah memanggilnya Bunda kepada Mbok Lim. Mbok Lim pada saat itu malu sekali. Masak Mbok Lim sama majikannya malah dipanggil Bunda itu bagaimana?. Semua anggota keluarga Izel tertawa melihat tingkah laku Izel memanggil Mbok Lim dengan sebutan “Bunda”.
Hari ini Izel kehilangan semua. Semuanya yang ada pada Mbok Lim. Rasanya Izel ingin seperti Mbok Lim saja. Merobek jantung ini agar bisa bersama Mbok Lim lagi. Izel merasa marah sekali. Tidak akan ada lagi yang menjadi tempat curhat Izel, Tidak ada lagi yang akan membuatkan Izel Panecake keju, Tidak akan ada lagi yang menyiapkan dan mengingatkan Izel minum obat yang rutin. Semuanya serba tidak ada. Tidak akan ada lagi jantung hati Mbok Lim. Izel benar benar marah. Satu jam yang lalu, Izel tanpa sadar memanggil Bunda dengan sebutan Mbok Lim untuk membuatkannya Panecake keju. Alhasil, Setelah Bunda membuatkan untuknya, Izel memuntahkannya. Tidak seperti yang Mbok Lim buat katanya.
Setengah jam kemudian muncullah Joes,Yang dulu pernah menjadi pathner Drama Izel. Joes marah lantaran Izel seperti orang gila semenjak Mbok Lim tiada. Joes ingin rasanya memukul Izel, Agar Izel tau Mbok Lim juga menderita jauh disana jika Izel masih sperti itu. Joes teriak marah kepada Izel. Izel juga begitu, Sama – sama tidak terima dengan semua ini. Mungkin bagi Izel Mbok Lim sudah sangat berjasa bagi Izel sendiri. Sampai-sampai Izel sendiri tidak mau kehilangan Mbok Lim.Joes sebenarnya bermaksud baik, Ia ingin Izel kembali normal seperti sedia kala. Bukan Izel namanya jika terus menjadi orang gila seperti itu, Yang setiap kali tidak pernah mau menerima keadaan dan takdir tuhan.
“Lihat tuhhh!!!! Mas Bian, Anak Mbok Lim.. Dia bisa bangkit, Padahal, Dia sendiri anak Mbok Lim!! Anak!! Anak, Izel...!! Dia masih bisa tegar.... Kamu sendiri gimana? Alasan dia cuma satu! Dia ingat pesan baik Mbok Lim yang sering dikatakan padanya, Makannya ia tegar. Kamu mau kan bikin Mbok Lim senang di atas sana?? Bangkit dong!! Turuti apa kata Mbok Lim! Pesan Mbok Lim buat kamu!! Bikin Mbok Lim bangga dia atas sana!!” Teriak Joes.
“Aku pulang, Aku pengen kamu sadar sama kata-kataku yang barusan aku omongin sama kamu, Zel...”Lanjut Joes, Kemudian Joes bergegas keluar dari kamar Izel, Sepertinya benar dia pulang.
Romo dan Bunda yang sempat melihat kejadian itu hanya menggelengkan kepala sembari mengelus dada, Pasrah. Romo dan Bunda berharap Izel cepat kembali normal dan mendengar semua kata kata dari Joes. Izel sendiri terisak menangis. Sesekali ia sesenggukan. Ia terluka. Bukan dengan omongan Joes, Tapi kepergian Mbok Lim. Semoga kata-kata dari Joess itu dapat menyembuhkan luka Izel.
                                                          ***
8 Tahun kemudian...
“Bunda.... Mila mau sedekah buat bapak itu, Boleh??”
“Boleh... Ini uangnya...”
“Kok banyak sekali Bunda??”
          “Banyakkan mana sama rezeki yang Allah kasih buat kita??”
          “Oh iya ya..”ucap gadis umur lima tahunan itu kepada sang Bunda. Terlihat dengan jelas, Mila, Anaknya yang masih berumur balita itu berjalan dengan mudah menggunakan gamis syar’i lengkap dengan cadarnya. Awalnya sang Suami agak khawatir apabila Mila memakai cadar, Maklum saja penyakit Asma yang  dari sang Bundanya menurun kepada Mila,anaknya itu. Namun Izel sang Bunda tetap bersiteguh dengan pendiriannya itu. Mila yang masih balita, Ia biasakan memakai cadar seperti sang Bunda saat ini.
          Mila gadis kecil itu berjalan cepat-cepat kembali kepada sang Bunda. “Pelan-pelan sayang...” Ujar sang Ayah.
          Izel menoleh kepada suaminnya. “Ayo Mas Bian? Kita ke mendiang Bunda ‘Alima’...”
          Bian,Sang suami mengangguk tersenyum.
          Alima Hastuti, Meninggal tepat delapan tahun yang lalu. Pembantu Izel yang menjadi mertua Izel saat ini. Jantung Hati Mbok Lim sebenarnya masih ada di hati Izel, Ya, Izel tau itu. SEDEKAH

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dari Instruktur, "Berikan aku sajak"

Karena Tuhan, Tak Kenal Aku